8 Baju buatan brand terkenal dunia ini berasal dari sampah, desainnya kece

  • by
foto: fashionrevolution.org

Permasalahan sampah dan limbah yang terus bertumpuk setiap tahunnya di bumi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, atau instansi tertentu saja. Tapi tanggung jawab setiap orang yang menempati bumi. Perlu kesadaran setiap orang untuk hal ini. Jika dibiarkan begitu saja bumi bisa tertimbun dengan sampah.

Untungnya masyarakat kini mulai peduli terhadap masalah ini. Berbagai upaya pengolahan kembali limbah sampah menjadi barang pakai mulai tren di berbagai bidang, termasuk fashion. Beberapa brand fashion terkenal di berbagai dunia, memanfaatkan limbah buat dijadikan baju dan jaket.

Hasilnya pun nggak kalah kece dari fashion item yang dibuat dengan kain. Hmm penasarankan, seperti apa hasil karya deretan brand ternama dari limbah ini? Yuk intip brand fashion terkenal yang ubah limbah jadi pakaian moderen, di lansir dari fashionrevolution.org pada Jumat (1/10).

1. Bespoke Project x Ridwan Kamil.

foto: Instagram/@bespokeproject

Bespoke Project berkolaborasi bareng Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil untuk membuat sebuah celana jeans. Yang menjadikan jeans ini unik karena berbahan dasar daur ulang botol plastik dan dirancang langsung Ridwan Kamil. Founder Bespoke Project Jeremy Hartono menuturkan, walaupun produk edisi ‘Inilokal Inikolaborasi’ berbahan dasar plastik tetapi tak mengurangi kenyamanan saat dipakai.

Dia menambahkan, penggunaan bahan plastik ini sebagai gerakan untuk penyelamatan lingkungan. Jeans ini memiliki 35% bahan plastik yang di daur ulang menjadi serat fiber. Serat itu digabung dengan kapas dan ditenun menjadi bahan jeans atau denim. Desain celana jeans tersebut memiliki tema gradasi dwiwarna dengan sentuhan pola mega mendung di bagian saku.

2. Ecoalf.

foto: fashionrevolution.org

Brand ini lahir dari kekecewaan terhadap sampah dan pemanfaatan sumber daya alam yang berlebih oleh negara-negara industri. Merek Spanyol Ecoalf kemudian berinovasi menggunakan bahan-bahan daur ulang untuk setiap produknya dengan harapan adanya perubahan drastis terhadap lingkungan.

Sang pendiri Javier Goyeneche menggunakan beberapa bahan yang telah didaur ulang untuk produknya, seperti poliester yang dapat mengurangi konsumsi air hingga 20%, konsumsi energi hingga 50%, serta emisi CO2 hingga 60%. Selain itu, Ecoalf menggunakan nilon daur ulang untuk membuat jaket bulu angsa. Benang nilon daur ulang ini terbuat dari 25% jaring ikan yang dibuang, 25% karpet bekas dan 50% limbah nilon pra-konsumen. Bahkan mereka menggunakan ban daur ulang untuk membuat sandal jepit.

3. Bethany Williams.

foto: fashionrevolution.org

Fashion designer asal London, Inggris ini percaya bahwa masalah sosial dan lingkungan berjalan beriringan. Melalui eksplorasi hubungan antara isu-isu ini dirinya dapat menemukan solusi desain inovatif untuk masa depan. Dia mengambil limbah buku dari penerbitan Hachette di Inggris untuk didaur ulang menjadi pakaian.

Dia membawa limbah itu ke pusat rehabilitasi narkoba San Patrigano, Italia untuk dikerjakan para wanita penguhuni tempat rehabilitasi itu. Selain itu, Bethany Williams berkolaborasi dengan TIH Models, agensi model baru yang mendukung kaum muda di London yang terkena dampak tunawisma untuk jadi model. Selain mendaur ulang bahan limbah, dirinya berjasa memberikan pekerjaan kepada orang-orang yang membutuhkan.

4. Doodlageofficial.

foto: fashionrevolution.org

Brand ini didirikan oleh seorang wanita asal India bernama Kriti Tula. Bersama Doodlage, wanita ini telah menghasilkan berbagai koleksi fashion, barang-barang rumah serta aksesoris. Hal yang menjadikan Doodlage unik karena brand ini menggunakan kembali limbah sebagai bahan kainnya.

Kain ramah lingkungan tersebut dibuat dari kapas organik, kulit jagung, dan kulit pisang. Sumber kain lainnya adalah sisa kain tekstil dari pabrikan besar. Mereka juga mencari kain yang tidak digunakan oleh pengecer lain setelah pemotongan.

5. Re;code.

foto: fashionrevolution.org

Re;code adalah merek Korea yang berspesialisasi dalam daur ulang. Setiap item dalam koleksi memiliki cerita, dan menciptakan budaya nilai baru sebagai pengganti sampah. Hal positif lainnya adalah mereka bekerja dengan orang berkebutuhan khusus untuk mendekonstruksi bahan-bahan bekas untuk didesain ulang.

Mereka menggunakan bahan industri seperti sarung jok, airbag, dan pelapis kain interior mobil, untuk merancang jaket, tas, dan tas laptop. RE;CODE merupakan anak perusahaan Kolon Industries FnC mengalami peningkatan penjualan di tahun 2020 setelah berkolaborasi dalam sebuah proyek dengan merek fesyen asing. Merek upcycling itu menggunakan kain dari stok usang lebih dari tiga tahun lalu.

6. Bundgaard Nielsen.

foto: fashionrevolution.org

Bungaard Nielsen adalah sebuah laboratorium kerajinan yang berbasis di Copenhagen, Denmark. ‘Circle 2 Dress’ yang digambarkan di atas adalah suatu pemberontakan terhadap standardisasi desain pakaian. Alih-alih menawarkan baju yang pas di tubuh, mereka justru membuat baju yang dapat fleksibel digunakan semua ukuran. Inovasi ini diharapkan membuat banyak orang tidak membuang pakaian mereka karena kekecilan atau kebesaran.

7. Suave.

foto: fashionrevolution.org

Fashion brand asal Kenya ini mempunyai misi menghidupkan kembali kehidupan lama dengan menciptakan tas punggung berwarna, tas selempang dan laptop yang terbuat dari kain daur ulang dan kain budaya Afrika. Mereka mengambil bahan-bahan dari kain dan kulit bekas yang tidak terpakai. Bekerja sama dengan pedagang, pabrik, dan tukang kulit bekas, mereka membeli apa yang tidak bisa terjual di pedang, pabrik dan toko. Kemudian mengubahnya menjadi barang baru yang luar biasa cantik.

8. Zurita.

foto: fashionrevolution.org

Brand fashion ini memproduksi pakaian wanita etnik dengan kerajinan dari warisan Amerika Latin. Dibuat dari serat unta seperti alpaka, katun pima organik dan sutra, dengan potongan geometris dan mempunyai siluet yang longgar, setiap koleksi diproduksi dalam berbagai warna alami dari abu-abu hingga coklat, hitam ke putih, biru dan kuning.

Zurita terinspirasi dari pemikiran geometris dan kreasi para penenun Andes. Cara kuno pra-Columbus untuk menggunakan tekstil dan pakaian agar tidak meninggalkan limbah apa pun. Tidak hanya dalam potongan tenunan, tetapi juga dalam penggunaan kain pu menggunakan seluruh potongan tekstil mulai dari desain hingga produksi.