Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja telah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR. RUU Cipta Kerja yang ditujukan untuk menarik investasi dan memperkuat perekonomian nasional ini mendapat banyak kritik dari berbagai pihak, dimana terdapat beberapa perbedaan dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Meski begitu, Rancangan Undang-Undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna, Senin (5/10).
Seperti yang diketahui, RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusung Presiden dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
Dilansir dari kompas.com, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas pun menjelaskan bahwa pada bab-bab terakhir pembahasan RUU tersebut, secara keseluruhan, Baleg DPR RI dan pemerintah telah melakukan 64 kali rapat.
“Rapat 64 kali, 65 kali panja dan 6 kali timus timsin, mulai Senin-Minggu, dari pagi sampai malam dini hari, bahkan reses melakukan rapat di dalam atau di luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR,” ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Pada 21 Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan. Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:
- Penyederhanaan perizinan tanah
- Persyaratan investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengendalian lahan
- Kemudahan proyek pemerintah
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Sebelumnya, pemerintah menyerahkan Surat Presiden, RUU Cipta Kerja, dan Naskah Akademik kepada DPR RI, pada tanggal 12 Februari 2020. RUU Cipta Kerja ini dirancang untuk dapat menjawab kebutuhan pekerja, UKM, hingga industri, dikutip dari website Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia.
Namun sayang, RUU Cipta Kerja tersebut memuat sejumlah permasalahan atau kontroversi. Berikut pasal yang disebut bermasalah mulai dari UU Ketenagakerjaan, Lingkungan Hidup, UU Pers dan Pendidikan yang dilansir dari dari tirto.id.
Pasar 77A
RUU Cipta Kerja menambahkan pasal 77A yang memungkinkan peningkatan waktu kerja lembur untuk sektor tertentu. Pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.
RUU Cipta Kerja juga akan menghapuskan batas waktu maksimal untuk pekerja kontrak serta aturan yang mewajibkan sistem pengangkatan otomatis dari pekerja kontrak sementara ke status pegawai tetap. Ketentuan baru ini akan memberikan kekuasaan pada pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak sementara untuk jangka waktu tak terbatas.
Pasal 88C
RUU Cipta Kerja juga menambahkan pasal 88C yang menghapuskan upah minimum Kota/Kabupaten (UMK) sebagai dasar upah minimum pekerja. Hal ini dapat menyebabkan pengenaan upah minimum yang dipukul rata di semua kota dan kabupaten, terlepas dari perbedaan biaya hidup setiap daerah.
Pasal 88D Dalam RUU Cipta Kerja, tingkat inflasi tidak lagi menjadi pertimbangan dalam menetapkan upah minimum.
Pasal 91
Pasal 91 dari UU Ketenagakerjaan dihapus. Pasal ini memuat tentang kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerja dengan gaji yang sesuai dengan standar upah minimum dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 93 Ayat 2
RUU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan cuti yang tertuang dalam pasal 93 ayat 2 UU Ketenagakerjaan. RUU ini menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan (a).
RUU ini juga menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan/keguguran kandungan, hingga bila ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b).
Ketentuan cuti khusus atau izin lain yang dihapus adalah menjalankan kewajiban terhadap negara (huruf c); menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya (huruf d); melaksanakan tugas berserikat sesuai persetujuan pengusaha (huruf g); dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan (huruf h).
Pasal 88
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dapat menjerat pelaku pembakar hutan dan lahan (karhutla) tetapi pemerintah menghapusnya di RUU Cipta Kerja.
Bunyi pasal 88 UU PPLH adalah, “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”
Namun pemerintah menghapus ketentuan “tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” sehingga pasal 88 tersisa, “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.”
Pasal 93
Pemerintah dikritik karena ada upaya penghapusan partisipasi publik. Pasal 93 ayat (1) menyatakan “Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara.”
Namun, pada RUU Cilaka hanya ditulis, “Pasal 93 Dihapus.”
Ketidaksetujuan masyarakat terhadap aturan baru Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini berujung pada aksi protes. Dilansir dari bbc.com, Mereka mengatakan aksi demo selama tiga hari pada 6 – 8 Oktober itu diambil untuk mendesak pemerintah dan DPR menggagalkan undang-undang, yang menurut mereka “disahkan secara tidak transparan”
Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, mengatakan pada 6-8 Oktober, buruh akan berdemonstrasi menyuarakan apa yang disebutnya sebagai “mosi tidak percaya terhadap kekuasaan”.
Aksi penolakan terhadap aturan yang dibuat tersebut sebenarnya sudah disuarakan sejak awal. Namun tetap mereka tak didengarkan, bahkan pemerintah tetap mengesahkan RUU tersebut.
Berikut isi RUU Cipta Kerja (kini sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja) yang bisa diunduh di sini:
http://RUU Cipta Kerjahttps://drive.google.com/file/d1ncppSpyoxZZMZpuyCc1kBgERlbJ3Wk8v/view
http://www.dpr.go.id/uu/detail/id/442http://www.dpr.go.id/uu/detail/id/442