Mengenal suku Shuzu, manusia yang tinggal di bawah tanah

news.images.itv.com

Ibu kota Tiongkok, Beijing merupakan kota paling padat di dunia. Ribuan masyarakat China dan orang dari luar negara datang untuk mengadu nasib di kota tempat berdirinya tembok raksasa China itu. Kota ini juga telah di desain menjadi kota metropolitan.

Bandar udara terbesar dengan teknologi mutakhir dan paling modern juga ada di sana. Penampakan kota ini begitu memesona lantaran gedung-gedung tinggi tersusun rapi ditambah pemandangan hijau yang membuat udara semakin sejuk dan asri.

Dibalik kemegahan kotanya, Beijing memiliki suatu keunikan yang tersimpan tepat di bawah tanahnya. Ada sekitar 1 juta manusia yang bermukim di bawah tanah kota Beijing, mereka adalah suku Shuzu, yang dijuluki masyarakat China sebagai suku tikus.

Sebenarnya sama dengan kehidupan orang-orang di atas tanah. Hanya saja mereka tinggal di Dixia Cheng atau ‘The Dungeon’ dalam kamar kecil tanpa jendela. Para suku Tikus ini pun pergi bekerja dan bersosialisasi di atas tanah seperti pada umumnya.

Suku Shuzu diketahui telah tinggal ribuan tahun tanpa sinar matahari di bawah tanah Beijing. Siapa mereka dan bagaimana suku ini bisa bertahan hidup di bawah tanah yang pengap? Berikut ini Keeping Times akan membahas mengenai sejarah kehadiran suku ini dan penampakan terkini dari suku Shuzu, Selasa (7/9).

Sejarah Awal

foto: nypost.com

Pada 1950 hubungan politik RRC dan Uni Soviet sedang memanas. Saling tantang perang nuklir pun tersiar. Kekhawatiran itu membuat ketua Partai Komunis China, Mao Zedong, memerintahkan rakyat China untuk menggali sebuah terowongan yang dalam. Tujuannya agar bisa digunakan untuk pengungsian dan penyimpanan bahan makanan masyarakat China.

Proyek itu dimulai pada 1959 dan selesai di 1970, menghasilkan terowongan besar sedalam 3 lantai yang terdiri dari 10.000 bunker atom, gudang, pabrik, restoran, teater, dan fasilitas olahraga. Terowongan yang diperkirakan mampu menampung 60 persen populasi penduduk China kemudian dihuni oleh 8 juta rakyat China.

Namun setelah melakukan upaya pertahanan diri peperangan pun tidak terjadi lantaran Uni Soviet mengalami perpecahan pada 1960-an. Namun penduduk yang sudah bermukim di sana enggan pindah lantaran mereka merasa nyaman tinggal di ruang bawah tanah itu. Meskipun tanpa sinar matahari dan udara segar, saat musim dingin suhu terasa lebih hangat dan saat cuaca panas terasa lebih sejuk.

Suasan Kini

foto: bbc.com

Dixia Cheng atau ‘The Dungeon’ terowongan bawah tanah China menjadi pilihan para imigran dan para perantau muda sebagai tempat tinggal. Alasan utamanya tentu karena biaya sewa di The Dungeon lebih murah dari pada di atas tanah. Mereka yang berpendapatan minim lebih memilih menabung uang daripada menghabiskannya untuk menyewa rumah atau apartemen.

Seiring berjalannya waktu, pembangunan di atas tanah kota Beijing dan sekitarnya semakin pesat. Hal ini membuat pemerintah setempat mengeluarkan peringatan pada 2010, menempati The Dungeon adalah ilegal. Bahkan larangan untuk menjadikan terowongan itu sebagai tempat tinggal, hotel dan semacamnya telah dikeluarkan pada 2012.

news.images.itv.com

Pemerintah menilai menjadikan The Dungeon sebagai hunian memiliki resiko keamanan, kesehatan , banjir hingga kebakaran yang tinggi. Namun larangan ini tidak menyurutkan alur datang dan pergi penduduk lama maupun baru.

Tercatat di 2020, para penghuni The Dungeon kini sekitar 1 juta penduduk. Fenomena penyewaan bunker-bunker ini pun sebenarnya belum diketahui sejak kapan namun pemerintah secara terbuka menyebutkan jika mereka tidak tahu sama sekali tentang kegiatan ilegal penyewaan tempat tinggal dan hotel.

Kisah suku tikus di China ini mengundang perhatian dunia. Banyak media asing datang untuk meliput bagaimana suku ini tinggal dan melakukan aktivitasnya di bawah sana.