Hubungan antara Thailand dan Kamboja tak pernah sepenuhnya damai. Dua negara tetangga di Asia Tenggara ini terjebak dalam siklus ketegangan diplomatik dan militer yang berulang, dengan akar masalah yang jauh lebih dalam dari sekadar bentrokan bersenjata. Di balik konflik ini, tersimpan persoalan kompleks tentang sejarah kolonial, warisan budaya, dan rasa nasionalisme yang mengakar.
Perseteruan antara kedua negara berpusat pada situs suci bernama Candi Preah Vihear, sebuah bangunan keagamaan dari abad ke-11 yang kini menjadi titik panas politik dan militer. Meskipun Mahkamah Internasional telah memutuskan hak milik atas candi tersebut pada 1962 dan kembali pada 2013, sengketa belum kunjung usai. Thailand dan Kamboja terus berdebat, bukan hanya soal bangunannya, tetapi juga wilayah di sekitarnya.
Ketegangan yang dulu hanya terlihat dalam ruang diplomatik kini menjelma menjadi konflik bersenjata nyata. Bahkan, per Juli 2025, konflik ini telah menewaskan belasan warga sipil dan tentara, serta memaksa lebih dari 100.000 orang mengungsi dari perbatasan. Artikel ini mengulas sejarah konflik Thailand-Kamboja secara kronologis, menjelaskan akar permasalahan hingga dinamika terbaru yang kembali memanas.
Awal Sengketa: Warisan Peta Kolonial 1907
Konflik bermula pada tahun 1907 saat Prancis, sebagai penguasa kolonial atas Kamboja, membuat kesepakatan batas wilayah dengan Kerajaan Siam (kini Thailand). Peta yang dihasilkan dari perjanjian tersebut menempatkan Candi Preah Vihear di sisi Kamboja. Namun, isi teks perjanjian tak sepenuhnya konsisten dengan peta, menciptakan kebingungan berkepanjangan.
Thailand selama bertahun-tahun merasa bahwa wilayah itu seharusnya milik mereka berdasarkan letak geografis dan akses menuju candi yang lebih mudah dari sisi Thailand. Hal ini membuat ketegangan terus bersemi bahkan setelah Kamboja merdeka dari Prancis pada 1953.
Pada 1954, Thailand secara sepihak menguasai kembali Candi Preah Vihear, memicu protes keras dari Kamboja. Ketegangan pun memuncak ketika Kamboja membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (ICJ) pada akhir 1950-an.
Puncaknya, pada 1962, ICJ memutuskan bahwa candi tersebut adalah milik sah Kamboja berdasarkan bukti peta kolonial Prancis. Meski Thailand menarik pasukannya, gesekan antar dua negara tak pernah benar-benar padam.
Perang Dunia dan Perebutan Kekuasaan Wilayah
Ketika Perang Dunia II meletus, Thailand memanfaatkan aliansinya dengan Jepang untuk merebut kembali wilayah-wilayah perbatasan, termasuk Candi Preah Vihear. Namun, setelah kekalahan Blok Poros pada 1945, wilayah itu dikembalikan ke kekuasaan Prancis atas Kamboja.
Usai Perang Dunia, dinamika kekuasaan berubah drastis di Asia Tenggara. Thailand menguatkan nasionalismenya, sementara Kamboja berjuang lepas dari kolonialisme. Pertarungan simbolik atas situs budaya seperti Preah Vihear makin kentara seiring munculnya identitas nasional modern kedua negara.
Pasca merdeka, Kamboja menolak keberadaan militer Thailand di sekitar wilayah candi. Di saat yang sama, Thailand bersikukuh bahwa mereka memiliki kendali historis dan logistik terhadap wilayah itu, termasuk akses jalan yang dominan dari sisi utara.
Inilah awal dari pertarungan klaim historis versus legalitas kolonial, yang dalam praktiknya membuka potensi konflik berkepanjangan di masa depan.
Putusan ICJ dan Dampak Diplomatik Tahun 1962–2013
Keputusan ICJ tahun 1962 yang memenangkan Kamboja seolah menjadi angin segar bagi Phnom Penh. Namun, putusan itu terbatas pada bangunan candinya saja, bukan mencakup wilayah di sekitarnya. Hal inilah yang belakangan menimbulkan celah interpretasi.
Selama beberapa dekade, hubungan kedua negara sempat stabil. Mereka bahkan membuka akses pariwisata ke Candi Preah Vihear dari kedua sisi. Namun pada tahun 2008, Kamboja berinisiatif mendaftarkan candi tersebut sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Langkah itu memicu kemarahan Thailand yang merasa wilayah sekeliling candi belum disepakati secara tuntas. Bentrokan kecil mulai muncul, hingga akhirnya terjadi baku tembak antara pasukan kedua negara pada 2009 dan 2011.
Pada 2013, ICJ mengeluarkan keputusan tambahan bahwa area di sekitar candi juga berada di bawah kedaulatan Kamboja. Namun, Thailand tetap menolak mengakui sepenuhnya keputusan ini. Situasi pun terus memanas dari waktu ke waktu.
Meletusnya Konflik Modern Tahun 2025
Memasuki tahun 2025, konflik kembali memanas setelah bentrokan pecah pada akhir Mei di perbatasan. Seorang tentara Kamboja tewas akibat ledakan ranjau yang diklaim berasal dari wilayah Thailand. Balas dendam pun terjadi dalam bentuk tembakan roket dan jet tempur.
Thailand menuding Kamboja sebagai provokator setelah ledakan menghantam pom bensin di Si Sa Ket. Serangan udara kemudian diluncurkan oleh Thailand, disusul dengan serangan roket dan artileri dari pihak Kamboja.
Ketegangan meningkat dengan cepat. Thailand membatasi akses lintas batas darat, dan saling usir duta besar pun terjadi. Perdana Menteri Hun Manet dari Kamboja mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera menggelar sidang darurat.
Di saat yang sama, dinamika politik domestik di Thailand turut memanaskan suasana. Skandal bocornya percakapan antara eks PM Hun Sen dan PM Thailand membuat pemerintah militer Thailand kehilangan legitimasi publik.
Politik, Nasionalisme, dan Masa Depan Perdamaian
Konflik Thailand-Kamboja tidak hanya soal perebutan wilayah, tetapi juga cermin dari politik nasionalisme masing-masing negara. Di Kamboja, muncul tekanan publik untuk tidak tunduk pada Thailand, yang dianggap dominan. Nasionalisme pun menjadi bahan bakar utama konflik.
Di Thailand, militer memegang kendali penuh atas kebijakan perbatasan. Ketegangan politik dalam negeri, termasuk suspensi PM Paetongtarn Shinawatra, juga memengaruhi keputusan-keputusan agresif terhadap Kamboja.
Peran lembaga internasional seperti PBB dan ICJ tetap penting, tetapi belum mampu menciptakan penyelesaian permanen. Hingga kini, upaya bilateral antara Thailand dan Kamboja untuk menyepakati batas wilayah masih belum menemukan titik temu.
Jika akar masalah dari masa kolonial tak diselesaikan dengan diplomasi aktif dan pengakuan historis bersama, maka konflik ini berpotensi menjadi bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu.
FAQ
Apa penyebab utama konflik Thailand dan Kamboja?
Penyebab utamanya adalah sengketa perbatasan yang berakar pada peta kolonial tahun 1907, khususnya terkait kepemilikan Candi Preah Vihear yang diklaim oleh kedua negara.
Kenapa Candi Preah Vihear begitu penting?
Candi ini memiliki nilai sejarah dan spiritual tinggi bagi kedua negara, serta terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, yang meningkatkan nilai simbolik dan nasionalistiknya.
Bagaimana Mahkamah Internasional menangani sengketa ini?
Pada 1962, ICJ menetapkan bahwa Candi Preah Vihear milik Kamboja. Namun, pada 2013, ICJ memperluas keputusan mencakup wilayah sekitarnya. Thailand menolak keputusan tersebut secara penuh.
Apakah konflik ini bisa mengarah ke perang besar?
Potensinya ada, mengingat keterlibatan militer secara aktif dan penggunaan senjata berat. Namun, upaya diplomatik dan tekanan internasional masih menjadi penghambat perang terbuka.