Percakapan adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan kerja, keluarga, maupun pertemanan. Melalui komunikasi, kita membangun hubungan, berbagi cerita, dan menyampaikan perasaan. Namun, sering kali kita tanpa sadar melakukan kesalahan dalam berbicara yang justru bisa menciptakan jarak dengan orang lain. Alih-alih mempererat ikatan, percakapan yang salah arah bisa membuat lawan bicara merasa tidak dihargai.
Sayangnya, kesalahan komunikasi ini sering dilakukan secara tidak sadar. Kita mungkin menganggapnya hal kecil, tetapi efek jangka panjangnya bisa menimbulkan salah paham, rasa tidak nyaman, hingga merusak kepercayaan. Apalagi, di era serba cepat saat ini, orang semakin mudah terdistraksi dan kurang memberi perhatian penuh saat berbicara.
Menyadari kesalahan percakapan adalah langkah pertama untuk memperbaiki kualitas interaksi kita. Dengan memahami pola komunikasi yang salah, kita bisa menghindari kebiasaan buruk sekaligus membangun hubungan yang lebih sehat. Keeping Times akan membahas delapan kesalahan percakapan paling umum yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, lengkap dengan cara mengatasinya.
Boomerasking: Bertanya Hanya untuk Menjawab Sendiri
Boomerasking adalah situasi ketika seseorang mengajukan pertanyaan, tetapi tujuannya hanya untuk membuka jalan agar dirinya bisa bercerita. Misalnya, bertanya “Pernah ke Bali?” lalu langsung menjawab sendiri dengan pengalaman pribadinya tanpa mendengarkan lawan bicara.
Kesalahan ini membuat percakapan terasa tidak tulus. Lawan bicara bisa merasa diperalat, seolah-olah pertanyaan itu hanya formalitas. Padahal, inti dari percakapan adalah saling berbagi, bukan sekadar mencari celah untuk bicara tentang diri sendiri.
Untuk menghindarinya, cobalah benar-benar mendengarkan jawaban lawan bicara. Tahan diri untuk tidak langsung mengambil alih, dan berikan respon yang relevan dengan apa yang mereka sampaikan.
Memotong Pembicaraan
Kebiasaan menyela saat orang lain berbicara sering dianggap wajar, padahal bisa merusak kenyamanan percakapan. Meskipun maksudnya mungkin ingin menambahkan informasi, tindakan ini bisa dianggap sebagai tanda kurang menghargai.
Lawan bicara yang sering dipotong bisa merasa diremehkan, bahkan kehilangan minat untuk melanjutkan percakapan. Hubungan bisa renggang karena komunikasi tidak berjalan dua arah.
Solusinya adalah melatih kesabaran dalam mendengarkan. Tunggu hingga lawan bicara benar-benar selesai sebelum memberikan tanggapan. Dengan begitu, percakapan akan lebih seimbang dan penuh rasa hormat.
Terlalu Banyak Bicara tentang Diri Sendiri
Berbicara tentang pengalaman pribadi itu penting, tetapi jika porsinya berlebihan, percakapan berubah menjadi monolog. Lawan bicara bisa merasa tidak dianggap penting, hanya menjadi pendengar pasif.
Kondisi ini sering ditemui dalam kencan, pertemuan bisnis, atau sekadar ngobrol santai. Alih-alih mempererat hubungan, pembicaraan yang terlalu berpusat pada diri sendiri bisa menimbulkan kebosanan.
Agar lebih seimbang, pastikan untuk menanyakan juga tentang pengalaman atau pendapat lawan bicara. Prinsip sederhana yang bisa diingat adalah: berbicara secukupnya, mendengar sebanyaknya.
Memberikan Terlalu Banyak Nasihat
Saat seseorang bercerita tentang masalah, reaksi spontan kita sering kali adalah memberikan solusi. Namun, tidak semua orang bercerita karena ingin diberi nasihat. Kadang mereka hanya butuh didengar.
Memberikan saran tanpa diminta bisa menimbulkan kesan meremehkan, seolah-olah lawan bicara dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri. Akibatnya, mereka merasa tidak didengarkan sepenuhnya.
Untuk menghindari kesalahan ini, fokuslah pada empati. Dengarkan dulu dengan penuh perhatian, baru tawarkan bantuan jika memang diminta.
Mengajukan Pertanyaan Tertutup
Pertanyaan yang jawabannya hanya “ya” atau “tidak” membuat percakapan berhenti seketika. Ini sering membuat interaksi terasa kaku dan singkat.
Sebaliknya, pertanyaan terbuka memberi ruang bagi lawan bicara untuk bercerita lebih banyak. Misalnya, daripada bertanya “Kamu suka kopi?”, lebih baik tanyakan “Apa yang kamu suka dari kopi itu?”.
Dengan cara ini, percakapan menjadi lebih hidup dan memberi kesempatan untuk mengenal lebih dalam.
Tidak Menanyakan Pertanyaan Lanjutan
Ketika seseorang sudah menjawab pertanyaan, tetapi kita langsung mengganti topik, percakapan bisa terasa dingin. Lawan bicara bisa merasa diabaikan, seolah-olah jawaban mereka tidak penting.
Padahal, pertanyaan lanjutan menunjukkan bahwa kita benar-benar mendengarkan. Hal ini juga membuat percakapan lebih mengalir.
Contohnya, jika lawan bicara bercerita tentang liburannya, jangan langsung pindah ke topik lain. Tanyakan lebih jauh, seperti “Apa bagian yang paling berkesan dari perjalanan itu?”.
Menginterogasi dengan Pertanyaan Bertubi-tubi
Terlalu banyak bertanya secara berurutan bisa membuat lawan bicara merasa seperti sedang diinterogasi. Meskipun maksudnya ingin akrab, hasilnya justru bisa membuat orang lain merasa tertekan.
Percakapan seharusnya mengalir secara alami, bukan berupa sesi tanya jawab satu arah. Jika kita terus menembak dengan pertanyaan, suasana bisa berubah kaku.
Solusinya, selingi dengan berbagi pengalaman pribadi atau komentar ringan agar percakapan terasa seimbang.
Menggunakan Bahasa yang Meremehkan
Bahasa yang terkesan meremehkan, seperti “Ah, kamu lebay” atau “Terserah deh”, bisa menghancurkan kualitas percakapan. Lawan bicara bisa merasa disepelekan dan tidak dihargai.
Penggunaan bahasa semacam ini dapat memperlebar jarak emosional. Bahkan, sekali saja dilakukan, efeknya bisa bertahan lama.
Sebagai gantinya, gunakan bahasa yang menghargai, meski sedang tidak setuju. Misalnya, katakan “Aku melihatnya agak berbeda, tapi aku penasaran dengan pandanganmu.”
Pertanyaan dan Jawaban
Q: Apa kesalahan percakapan yang paling sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari?
A: Kesalahan yang paling sering adalah memotong pembicaraan, terlalu banyak bicara tentang diri sendiri, dan memberi nasihat tanpa diminta.
Q: Bagaimana cara memperbaiki kebiasaan memotong pembicaraan?
A: Latih kesabaran untuk menunggu lawan bicara selesai, gunakan bahasa tubuh untuk menunjukkan perhatian, lalu baru berikan respon.
Q: Mengapa memberi terlalu banyak nasihat bisa jadi masalah?
A: Karena orang yang bercerita belum tentu butuh solusi, bisa jadi mereka hanya ingin didengar dan divalidasi perasaannya.
Q: Apa perbedaan pertanyaan terbuka dan tertutup?
A: Pertanyaan tertutup menghasilkan jawaban singkat seperti “ya” atau “tidak”, sementara pertanyaan terbuka mendorong lawan bicara untuk bercerita lebih panjang.
Q: Bagaimana cara menjadi pendengar yang baik?
A: Dengan memberi perhatian penuh, tidak menyela, menanyakan pertanyaan lanjutan, serta merangkum kembali poin penting yang disampaikan lawan bicara.