Rizky Febian dan Mahalini akhirnya meresmikan hubungan mereka dalam ikatan pernikahan. Momen bahagia ini berlangsung di kampung halaman Mahalini, Bali pada Minggu (5/5).
Dalam unggahan Instagram @tanganikyy, terlihat keluarga Rizky Febian yakni sang ayah, Sule, tiba di kediaman Mahalini, di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali pada pagi hari bersama ketiga anaknya yang lain. Kehadiran mereka pun mendapat sambutan hangat dari pihak keluarga Mahalini.
Pasangan ini pun kemudian menjalani prosesi pernikahan secara adat Bali. Kemudian dilanjutkan dengan sungkeman kepada kedua orang tua Mahalini. Di momen ini terlihat begitu mengharukan, sang ibunda tak dapat menahan kebahagiaan melihat putrinya resmi dipinang oleh pria pilihannya, yakni putra sulung Sule, Rizky Febian.
foto: Instagram/@rizkyfbian
Selain merasa ikut bahagia atas pernikahan Mahalini dan Rizky Febian, banyak pula yang bertanya-tanya, mengenai prosesi pernikahan mereka, yakni Mepamit dan Madharma Suaka.
Berikut ulasan selengkapnya yang dilansir keepingtimes.id dari berbagai sumber, Minggu (5/5).
foto: Instagram/@rizkyfbian
Prosesi pernikahan adat Bali yang meliputi ‘Mepamit dan Madharma Suaka’ merupakan serangkaian upacara yang sangat sakral dan penuh makna. Berikut penjelasan lengkap mengenai kedua prosesi adat tersebut:
Mepamit adalah upacara yang memiliki makna berpamitan atau perpisahan. Dalam konteks pernikahan, Mepamit dikenal juga dengan istilah mejauman atau metipat bantal. Upacara ini merupakan simbol pamitnya calon pengantin wanita kepada para leluhurnya karena akan menikah dan menjadi tanggung jawab keluarga serta calon pengantin pria. Prosesi ini terdiri dari dua bagian:
1. Secara Sekala (Kehidupan Nyata)
Calon pengantin wanita secara administratif mengundurkan diri dari keanggotaan adat dan kependudukan desa dinas, yang disaksikan oleh Bandesa Adat dan Klian Banjar.
2. Secara Niskala (Spiritual)
Dipimpin oleh seorang Pedanda (pendeta Hindu) dengan berbagai uba rampai sesajinya, upacara ini menandai penerimaan calon pengantin wanita ke dalam lingkungan adat pihak pria.
Sementara Madharma Suaka adalah prosesi yang dilanjutkan setelah Mepamit, biasanya berlangsung hingga malam hari. Prosesi ini merupakan pinangan dari pihak laki-laki kepada si perempuan, di mana pihak pria secara resmi meminta pengantin wanita untuk menjadi bagian dari keluarganya.
Kedua prosesi ini tidak hanya mengandung unsur adat dan budaya yang kental, tetapi juga menggambarkan transisi penting dalam kehidupan kedua mempelai, dari persiapan spiritual hingga penyatuan dalam ikatan pernikahan.
Manfaat dari menjalani prosesi adat Mepamit dan Madharma Suaka
Manfaat dari menjalani proses pernikahan Mepamit dan Madharma Suaka dalam adat Bali sangatlah mendalam dan beragam, mencakup aspek spiritual, sosial, dan budaya:
1. Penguatan Identitas Budaya
Prosesi ini membantu mempertahankan dan memperkuat identitas budaya Bali melalui pelestarian tradisi yang telah turun-temurun.
2. Transisi Spiritual
Mepamit dan Madharma Suaka menandai transisi spiritual calon pengantin, khususnya pengantin wanita, dari keluarganya ke keluarga suaminya, yang merupakan langkah penting dalam kehidupan menurut kepercayaan Hindu Bali.
3. Pengakuan Sosial
Melalui prosesi ini, masyarakat mengakui dan merayakan perubahan status sosial kedua mempelai dari lajang menjadi pasangan yang menikah.
4. Penghormatan kepada Leluhur
Prosesi ini juga merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi, dengan meminta restu untuk kehidupan baru yang akan dijalani oleh kedua mempelai.
5. Pemersatu Keluarga
Prosesi ini menggabungkan dua keluarga besar, memperkuat tali kekerabatan dan persaudaraan antara kedua belah pihak.
6. Penegasan Komitmen
Melalui upacara ini, kedua mempelai menegaskan komitmen mereka satu sama lain di hadapan masyarakat dan alam semesta.
7. Pendidikan Nilai
Bagi generasi muda, prosesi ini menjadi sarana pendidikan nilai-nilai adat dan keagamaan yang penting bagi kehidupan berkeluarga.
Prosesi Mepamit dan Madharma Suaka bukan hanya sekedar rangkaian upacara, tetapi juga sarana untuk memperkokoh nilai-nilai spiritual, sosial, dan budaya yang menjadi dasar bagi masyarakat Bali.