Pernikahan adalah bentuk ikatan suci antara dua insan yang berbeda. Namun, momen bahagia ini juga tak luput dari mitos-mitos yang berkembang di masyarakat. Salah satunya adalah mitos anak pertama menikah dengan anak pertama.
Sebenarnya mitos ini berasal dari budaya Jawa, dan mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga membuat pernikahan antara anak pertama dengan anak pertama dinilai tidak baik. Dalam artikel ini, Keeping Time akan mengulas mitos anak pertama menikah dengan anak pertama serta faktor yang memengaruhinya.
Mitos anak pertama nikah dengan anak pertama
foto: freepik.com
Menurut kepercayaan masyarakat, pernikahan antara anak pertama dengan anak pertama dianggap tabu karena dianggap dapat membawa malapetaka bagi kedua keluarga yang terlibat. Kedua anak pertama dianggap memiliki sifat yang sama-sama dominan, sehingga dianggap sulit untuk menjalani rumah tangga yang harmonis.
Selain itu, secara tradisional, pernikahan antara anak pertama dengan anak pertama juga dianggap dapat membawa pertentangan antara kedua keluarga yang juga dapat mempengaruhi hubungan sosial antar keluarga di sekitar mereka.
Selain dianggap membawa malapetaka, masih ada mitos anak pertama menikah dengan anak pertama lainnya yang muncul di tengah masyarakat, seperti:
foto: freepik.com
- Pasangan ideal adalah anak pertama dengan anak terakhir. Mitos ini juga berasal dari budaya Jawa dan didasarkan pada anggapan bahwa anak pertama dan anak terakhir memiliki sifat yang saling melengkapi, seperti pemimpin dan pengikut, mandiri dan manja, bertanggung jawab dan santai.
- Anak pertama menikah dengan anak pertama akan memiliki anak yang cerdas dan berprestasi. Mitos ini mungkin didasarkan pada asumsi bahwa anak pertama memiliki kecerdasan dan bakat yang tinggi karena mendapat perhatian dan stimulasi lebih banyak dari orang tua mereka. Mitos ini juga mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan.
Namun, mitos-mitos tersebut tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat dan tidak harus dipercayai secara buta. Banyak juga pasangan suami istri yang sama-sama anak pertama yang mampu hidup rukun dan harmonis. Yang terpenting adalah saling menghargai, mengalah, dan berkomunikasi dengan baik.
Kenapa bisa membawa sial?
foto: freepik.com
Mitos anak pertama menikah dengan anak pertama yang paling terkenal adalah anggapan bahwa sesama anak sulung tidak boleh menikah karena dapat mendatangkan sial dan malapetaka. Mitos ini berasal dari budaya Jawa dan mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
- Sifat alfa suami istri yang bikin masing-masing ingin mendominasi. Anak pertama biasanya memiliki jiwa pemimpin dan terbiasa menjadi pengasuh untuk adik-adiknya. Jika menikah dengan sesama anak pertama, maka keduanya akan saling berebut kekuasaan dalam rumah tangga. Hal ini dapat memicu ketegangan dan konflik jika tidak ada komunikasi dan pengertian yang baik.
- Mertua yang masih baru pertama punya menantu dan cucu. Anak pertama biasanya menjadi yang pertama menikah dan memberikan cucu kepada orang tua mereka. Mertua yang baru pertama kali punya menantu dan cucu mungkin akan lebih protektif dan ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya. Hal ini dapat menimbulkan masalah jika tidak ada batasan dan rasa hormat yang jelas.
- Beban tanggung jawab yang besar. Anak pertama biasanya memiliki beban tanggung jawab yang besar terhadap keluarga asalnya. Mereka harus membantu orang tua mereka secara finansial, moral, dan sosial. Jika menikah dengan sesama anak pertama, maka beban tanggung jawab tersebut akan bertambah dua kali lipat. Hal ini dapat menyebabkan stres dan tekanan jika tidak ada keseimbangan dan prioritas yang tepat.
Cara membangun pernikahan harmonis
foto: freepik.com
Namun, mitos pernikahan anak pertama dengan anak pertama ini tidak selalu benar dan tidak harus dipercayai secara buta. Banyak juga pasangan suami istri yang sama-sama anak pertama yang mampu hidup rukun dan harmonis. Mereka bisa mengatasi tantangan-tantangan di atas dengan cara-cara seperti:
- Saling mengalah dan menghargai keinginan pasangan. Pasangan suami istri yang sama-sama anak pertama harus bisa mengendalikan sifat alfa mereka dan tidak memaksakan kehendak mereka sendiri. Mereka harus bisa berbagi peran dan tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka juga harus bisa menghormati dan mendukung keputusan pasangan mereka, terutama jika itu adalah hal yang penting dan prinsip bagi mereka.
- Menjaga hubungan baik dengan mertua. Pasangan suami istri yang sama-sama anak pertama harus bisa menjalin hubungan baik dengan mertua mereka. Mereka harus bisa menghargai dan menghormati mertua mereka sebagai orang tua dari pasangan mereka. Mereka juga harus bisa berkomunikasi dan berdiskusi dengan mertua mereka jika ada masalah atau perbedaan pendapat. Mereka harus bisa menetapkan batasan dan rasa hormat yang jelas dengan mertua mereka, agar tidak ada campur tangan yang berlebihan.
- Mengatur keuangan dan waktu dengan baik. Pasangan suami istri yang sama-sama anak pertama harus bisa mengatur keuangan dan waktu mereka dengan baik. Mereka harus bisa menentukan prioritas dan keseimbangan antara keluarga asal dan keluarga inti mereka. Mereka harus bisa membantu orang tua mereka secara finansial, moral, dan sosial, tanpa mengorbankan kebutuhan dan kebahagiaan keluarga inti mereka. Mereka juga harus bisa menyisihkan waktu dan uang untuk diri mereka sendiri dan pasangan mereka, agar tidak stres dan bosan.
Penulis: Nera